JAKARTA, SERUJI.CO.ID – Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan sertifikasi Pengusaha Besar Farmasi (PBF) untuk menerapkan cara distribusi obat yang baik (CDOB) sehingga mutu dan keamanannya tetap terjaga sampai ke masyarakat.
“Sejak keluarnya Peraturan Kepala BPOM pada 2017, diwajibkan bagi PBF untuk menerapkan CDOB,” kata Direktur Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Hardaningsih di Jakarta, Kamis (31/5).
Hal itu disampaikan pada Sosialisasi Peraturan Kepala BPOM No. 25 Tahun 2017 tentang Tata cara sertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dan implementasi aplikasi e-sertifikasi CDOB.
Dari 2.232 PBF yang aktif di Indonesia BPOM telah menerbitkan 729 sertifikat CDOB untuk 410 PBF atau baru mencapai 18,37 persen.
Selama Januari hingga April 2018 BPOM telah menerbitkan 120 sertifikat CDOB untuk 69 PBF dan 157 PBF masih dalam proses sertifikasi.
Masih rendahnya penerapan CDOB dikatakan Hardaningsih karena sebelumnya penerapan CDOB belum diwajibkan dan masih bersifat sukarela.
Dengan adanya Peraturan Kepala BPOM pada 2017 maka diwajibkan seluruh PBF untuk menerapkan CDOB yang diharapkan seluruhnya dapat terlaksana pada 2019.
Untuk mendukung percepatan sertifikasi CDOB, BPOM melakukan secara daring lewat e-sertifikasi CDOB yang dapat memfasilitasi proses sertifikasi PBF di seluruh Indonesia secara efektif dan efisien.
“Kita sudah kembangkan aplikasinya sejak akhir tahun lalu. Jadi semua PBF yang sudah siap untuk disertifikasi dapat melakukan permohonan sertifikasi melalui aplikasi tersebut,” tambah dia.
Sertifikasi CDOB memerlukan proses, PBF mengajukan permohonan setelah diterima dan dokumen dinyatakan lengkap lalu di cek ke lapangan. Jika dinyatakan lulus langsung diberikan sertifikat, kalau tidak lulus diberikan koreksi sampai dinyatakan lulus. (Ant/SU02)