TANGERANG, SERUJI.CO.ID – Buruh di Kabupaten Tangerang, Banten, menyesalkan sejumlah tenaga kerja asing (TKA) sebagai buruh kasar di pabrik sehingga perlu ada upaya untuk menertibkannya, karena khawatir timbul gesekan dengan pekerja lokal.
“Ini harus menjadi perhatian serius oleh aparat Disnaker setempat dan instansi berwenang lainnya,” kata Ketua Presidium Aliansi Rakyat Tangerang Raya, Galih Wawan di Tangerang, Rabu (2/5).
Galih mengatakan bila tidak ditangani maka dapat menjadi gejolak dengan buruh lokal karena keberadaan TKA dianggap mengambil alih tugas mereka selama ini sebagai buruh biasa.
Masalah itu sehubungan anggota DPRD Kabupaten Tangerang, mengharapkan aparat Disnaker setempat untuk melakukan pendataan ulang TKA karena belakangan ini terus bertambah.
Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriyadi mempertanyakan data sebanyak 1.824 TKA, laporan dari buruh pabrik melebihi jumlah itu.
Petugas hendaknya melakukan penelitian dan pemantauan langsung ke lokasi pabrik sehingga data itu tidak simpang-siur.
Dalam laporan Disnaker setempat bahwa TKA itu dominan berasal dari Tiongkok sebanyak 657 orang, Taiwan (223), Korea Selatan (361), India (45) dan selebihnya dari Amerika Serikat dan sejumlah negara lain di Eropa.
Sedangkan para TKA tersebut bekerja tersebar sebanyak 585 perusahaan yang ada pada 15 kecamatan, diantaranya di Cikupa, Balaraja, Jayanti dan Kecamatan Pasar Kemis.
Galih menambahkan dari laporan sejumlah buruh, bahwa para TKA bekerja pada berbagai level mulai dari pimpinan hingga pekerja kasar.
“Jika dibiarkan terus menerus, buruh lokal akan tergeser dan tidak memiliki pekerjaan,” katanya.
Padahal pemerintah menerbitkan PP No. 20 tahun 2018 dengan tujuan untuk mengakomodasi kebutuhan perusahaan menyangkut tenaga ahli khusus.
Sebelumnya, Pj Bupati Tangerang Komarudin mengatakan aparat Disnaker supaya melakukan kunjungan ke pabrik dan meminta data yang jelas mengenai TKA, karena selama ini banyak warga lokal yang belum mendapatkan pekerjaan.
Komarudin mengatakan bila tidak didata maka dapat menimbulkan kerawanan sosial terutama pada buruh lokal. (Ant/SU02)